Cristian Chivu Pelatih Gres untuk Inter Milan, Apa Sih Kelebihannya Dibandingkan Simone Inzaghi?
Bek legendaris Inter Milan dan timnas Rumania itu diresmikan sebagai pelatih gres bagi La Beneamata, Senin (9/6/2025).
Cristian Chivu meneken kontrak yang mengikatnya hingga Juni 2027.
Pria 44 tahun ini banyak disebut sebagai opsi alternatif buat Inter setelah pecah kongsi dengan Simone Inzaghi.
Klub pimpinan Presiden Giuseppe Marotta pada awalnya sangat ngebet mendatangkan Cesc Fabegas.
Namun, eks gelandang Arsenal dan Barcelona kukuh dipertahankan Como.
Fabregas sendiri menyatakan kesetiaannya untuk membangun proyek ambisius bersama klub milik Djarum Group ketimbang pindah ke Inter.
Jadilah Chivu dilirik sebagai opsi berikutnya di samping eks pemain lain Nerazzurri, Patrick Vieira.
Meski terkesan kandidat sampingan, Chivu dianggap Marotta bukan pilihan panik di tengah tenggat yang sempit menjelang Piala Dunia Klub 2025.
"Kami tidak memiliki kesempatan untuk Fabregas, lalu kami beralih kepada Chivu," ujar Marotta, dikutip BolaSport.com dari Tuttomercatoweb.
"Dia pilihan kedua kami, tetapi bukan opsi cadangan," katanya menegaskan.
Wajar apabila banyak pihak meragukan kapasitas Chivu menukangi klub sebesar Inter Milan.
Dia memang sangat akrab dengan kondisi Inter luar-dalam sebagai mantan pemain yang juga memulai karier kepelatihan di tim junior Nerazzurri.
Hanya, Chivu tidak punya jam terbang tinggi di kancah elite sekelas Serie A. Dia baru mencicipi 13 partai sebagai nakhoda klub papan bawah, Parma, di paruh kedua musim lalu. Chivu mampu memenuhi target membawa I Ducali sintas dan memastikan partisipasi di kasta teratas Liga Italia musim depan. Meskipun minim pengalaman, mantan bek Ajax dan AS Roma ini diyakini memiliki keunggulan dari pendahulunya, Inzaghi. Keunggulan tersebut ialah kemampuan meracik taktik secara adaptif dan fleksibel sesuai kebutuhan. Di bawah asuhan Inzaghi, Nicolo Barella dkk saklek dengan formasi utama 3-5-2 yang menjadi identitas Inter selama empat musim terakhir. Makin terus diasah, pakem tersebut memang memberikan identitas yang solid, tetapi sisi negatifnya permainan mereka jadi mudah ditebak. Kalau sudah bisa didikte musuh, bahaya bagi Inzaghi karena skuadnya tidak biasa menjalani perubahan taktik secara radikal.
Menghadapi musuh tipe apa pun, pola tersebut tetap yang dipakai sebagai acuan utama. Tak heran apabila mereka berkali-kali tak berdaya melawan musuh yang sama, semodel AC Milan atau Bologna, dua tim yang sudah khatam cara mengatasi gaya bermain Inzaghi. Di tangan Cristian Chivu, ada harapan Inter bermain lebih segar dan fleksibel tergantung kondisi musuh yang dihadapi. Saat menukangi tim Primavera Inter dan pada awal kedatangannya di Parma, dia doyan menggeber formasi ofensif 4-3-3 sebagai pedoman utama. Akan tetapi, saat meladeni musuh dengan materi yang lebih mentereng, Chivu berani meracik strategi alternatif. Ketika Parma mengimbangi Inter 2-2 di pekan ke-31, Chivu memfotokopi strategi 3-5-2 ala Inzaghi. Metodenya berhasil dan - ironisnya - hasil itu berperan besar terhadap kegagalan mantan klubnya untuk juara. Pun saat berhasil menumbangkan Juventus 1-0, I Ducali melawannya pula dengan taktik tiga bek tengah seperti Bianconeri. Kalah 2-3 di pekan penutup, Atalanta ialah rival top terakhir yang merasakan alotnya menaklukkan tim racikan Chivu. Memang pekerjaannya tidak selalu berhasil karena Parma sempat menjadi korban kekalahan Udinese, Como, dan Empoli. Tetapi logikanya, jika dengan materi semenjana saja dia berhasil bikin ngeri tim-tim besar, apa jadinya kalau Chivu dimodali skuad berkualitas tinggi? "Saya tidak pernah melihat Inter bermain sebaik saat bersama Inzaghi, tapi ini saatnya untuk perubahan," kata legenda klub, Giuseppe Bergomi. "Benar bahwa Anda mengambil risiko (dengan merekrut Chivu)." "Dia hanya menjalani 13 pertandingan di Serie A." "Tapi menurut saya, ada antusiasme, regenerasi, dan keinginan buat berprestasi, lalu kita lihat tim seperti apa yang akan mereka bangun untuknya," tambah eks kapten Nerazzurri. Seperti yang dilansir dari NAGA333.
Hanya, Chivu tidak punya jam terbang tinggi di kancah elite sekelas Serie A. Dia baru mencicipi 13 partai sebagai nakhoda klub papan bawah, Parma, di paruh kedua musim lalu. Chivu mampu memenuhi target membawa I Ducali sintas dan memastikan partisipasi di kasta teratas Liga Italia musim depan. Meskipun minim pengalaman, mantan bek Ajax dan AS Roma ini diyakini memiliki keunggulan dari pendahulunya, Inzaghi. Keunggulan tersebut ialah kemampuan meracik taktik secara adaptif dan fleksibel sesuai kebutuhan. Di bawah asuhan Inzaghi, Nicolo Barella dkk saklek dengan formasi utama 3-5-2 yang menjadi identitas Inter selama empat musim terakhir. Makin terus diasah, pakem tersebut memang memberikan identitas yang solid, tetapi sisi negatifnya permainan mereka jadi mudah ditebak. Kalau sudah bisa didikte musuh, bahaya bagi Inzaghi karena skuadnya tidak biasa menjalani perubahan taktik secara radikal.
Menghadapi musuh tipe apa pun, pola tersebut tetap yang dipakai sebagai acuan utama. Tak heran apabila mereka berkali-kali tak berdaya melawan musuh yang sama, semodel AC Milan atau Bologna, dua tim yang sudah khatam cara mengatasi gaya bermain Inzaghi. Di tangan Cristian Chivu, ada harapan Inter bermain lebih segar dan fleksibel tergantung kondisi musuh yang dihadapi. Saat menukangi tim Primavera Inter dan pada awal kedatangannya di Parma, dia doyan menggeber formasi ofensif 4-3-3 sebagai pedoman utama. Akan tetapi, saat meladeni musuh dengan materi yang lebih mentereng, Chivu berani meracik strategi alternatif. Ketika Parma mengimbangi Inter 2-2 di pekan ke-31, Chivu memfotokopi strategi 3-5-2 ala Inzaghi. Metodenya berhasil dan - ironisnya - hasil itu berperan besar terhadap kegagalan mantan klubnya untuk juara. Pun saat berhasil menumbangkan Juventus 1-0, I Ducali melawannya pula dengan taktik tiga bek tengah seperti Bianconeri. Kalah 2-3 di pekan penutup, Atalanta ialah rival top terakhir yang merasakan alotnya menaklukkan tim racikan Chivu. Memang pekerjaannya tidak selalu berhasil karena Parma sempat menjadi korban kekalahan Udinese, Como, dan Empoli. Tetapi logikanya, jika dengan materi semenjana saja dia berhasil bikin ngeri tim-tim besar, apa jadinya kalau Chivu dimodali skuad berkualitas tinggi? "Saya tidak pernah melihat Inter bermain sebaik saat bersama Inzaghi, tapi ini saatnya untuk perubahan," kata legenda klub, Giuseppe Bergomi. "Benar bahwa Anda mengambil risiko (dengan merekrut Chivu)." "Dia hanya menjalani 13 pertandingan di Serie A." "Tapi menurut saya, ada antusiasme, regenerasi, dan keinginan buat berprestasi, lalu kita lihat tim seperti apa yang akan mereka bangun untuknya," tambah eks kapten Nerazzurri. Seperti yang dilansir dari NAGA333.
0 Komentar